PENILAIAN PERFORMANSI PEKERJAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Peningkatan kualitas
pekerja yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan rata-rata yang semakin bai,
memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Begitu pula dengan
upaya peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan
penerapan teknologi yang sesui, berdampak pula terhadap peningkatan
produktivitas tenaga kerja.
Penilaian prestasi
kerja merupakan langkah yang perlu adanya penekanan jika suatu perusahaan ingin
melihat sejauh mana kinerja para karyawan, apakah kinerja dari karyawan
tersebut memiliki dampak positif untuk pengembangan perusahaan yang di huni
oleh karyawan itu sendiri, ataukah sebaliknya kinerja dari karyawan memberikan
dampak negatif dengan tanpa adanya pengembangan perusahaan. Dikarenakan potensi
dari SDM itu sendiri tidak sesuai dengan kinerja yang harus dihadapi atau
dengan kata lain bukan merupakan porsi kemampuan kerja SDM itu sendiri.
Potensi sumber daya
manusia dapat kita ukur dengan melakukan evaluasi atau penilaian apakah kinerja
dari sumber daya manusia tersebut sesuai atau mengalami peningkatan, ataukah
hanya sebatas itu saja tidak ada peningkatan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pengertian,
tujuan dan syarat penilaian performansi pekerjaan?
2. Bagaimanakah Tipe-tipe kriteria performansi dan strategi meningkatkan efektifitas performansi pekerjaan?
3.
Bagaimanakah
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penilaian performansi?
C.
Tujuan
Dari
makalah ini semoga kita dapat mengambil manfaatnya yang berupa memahami
devinisi, tujuan, syarat-syarat penilaian performansi pekerjaan sehingga kita
dapat memanaj suatu organisasi atau instansi dengan baik dan mampu mengadakan
evaluasi secara efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan penilaian performansi pekerjaan
Evaluasi, menurut Cronbach adalah kegiatan
pemeriksaan yang sistematis dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dan akibatnya
pada saat program dilaksanakn dan diarahkan untuk memperbaiki program.[1]
Performansi dalam kamus ilmiah populer diartikan
sebagai pelaksanaan atau pertunjukan.[2]
sedangkan dalam buku Dra. H. Sadili, Performansi diartikan sebagai prestasi
kerja, yaitu pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang dengan menggunakan
kemampuan yang ada dan batasan batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan organisasi atau perusahaan.[3]
Penilaian (evaluasi) performansi
pekerjaan adalah suatu cara mengukur kontribusi kontribusi individu suatu
anggota / karyawan kepada organisasinya.[4]
didalam penilaian performansi pekerjaan terdapat proses mengevalusi atau menilai prestasi kerja karyawan.[5]
Adapun Subjek penilaian adalah karyawan dan Obyek penilaian adalah dimensi
perusahaan yang dapat dikendalikan oleh karyawan yang bersangkutan.[6]
Tujuan performansi
pekerjaan secara umum adalah untuk mereward performansi sebelumnya dan untuk
memotifasikan perbaikan performansi pada waktu yang akan datang,[7]
sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas
organisasional dari karyawan.[8]
Lebih lanjut Dra. H.
Sadali menjelaskan tentang klasifikasi tujuan penilaian performansi (prestasi
kerja) sebagai berikut:[9]
1.
administrative, yaitu memberikan arah untuk penetapan
promosi, transfer dan kenaikan gaji.
2.
informative, yaitu memberikan data kepada manajemen
tentang prestasi kerja bawahan dan memberikan data kepada individu tentang
kelebihan dan kekurangannya.
3.
motivasi, yaitu menciptakan pengalaman belajar yang
memotifasi staf untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi kerja
mereka.
Secara terperinci,
diantara tujuan tujuan penilaian performansi pekerjaan adalah:
1.
Membedakan tingkat prestasi kerja setiap karyawan
2.
memberikan pinalti, seperti bimbingan untuk
meningkatkan motivasi dan diklat untuk mengembangkan keahlian.[10]
B. Syarat penilaian performansi
pekerjaan
Terdapat dua syarat yang
diperlukan guna melakukan penilaian peformasi pekerjaan, yaitu :
1.
Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara
obyektif (sesuai dengan kenyataan)
Kriteria performansi yang
dapat diukur secara obyektif untuk pengembangaanya diperlukan spesifikasi
spesifikasi tertentu, yaitu :[11]
a.
Relevansi, menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria
dengan tujuan tujuan performansi. misalnya, kecepatan produksi bisa menjadi
ukuran performansi yang lebih relevan
(bersangkut paut atau berhubungan).
b.
Reliabilitas, menunjukkan tingkat mana kriteria
menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran ukuran kuantitatif seperti satuan
satuan produksi dan volume penjualan menghasilkan pengukuran yang konsisten.
sedangkan kriteria yang bersifat subyektif, seperti sikap, kreatifitas dan
kerja sama menghasilkan pengukuran yang tidak konsisten, tergantung pada siapa
yang mengevaluasi dan bagaimana pengukuran itu dilakukan.
c.
Diskriminasi, mengukur tingkat dimana suatu kriteria performansi
bisa memperlihatkan perbedaan perbedaan dalam performansi. jika nilai cendrung
menunjukka semuanya baik atau jelek berarti ukuran prestasi kerja tidak bersifat
diskriminatif (tidak membedakan performansi diantara masing masing pekerja).
Jika kriteria performansi memiliki kualifikasi kualifikasi
penting itu maka pekerjaan mungkin akan kurang bersikap defensif (menentang)
dan menjadi lebih receptive (menerima) terhadap penilaian performansi.
sebaliknya, bila para pekerja dievaluasi berdasarkan kriteria yang tidak jelaas
dan tidak dispesifi kasikan, maka para pekerja akan bersikap defensif
(menentang) bahkan merasa dirinya terancam.
2.
Adanya obyektivitas dalam proses evaluasi atau
penilaian
obyektifitas penilaian performansi kerja sangat dibutuhkan.
Disinilah faktor penilai sangat
menentukan, selain alat ukur penilainya. Untuk meningkatkan obyektifitas
penilaian, sangat tepat apabila penilai prestasi kerja karyawan merupakan tim
penilai yang terdiri dari dua atau tiga orang yang memiliki kemampuan yang
diperlukan.[12]
C. Tipe-tipe kriteria performansi dan strategi meningkatkan efektifitas performansi pekerjaan.
Tipe kriteria performansi ini
merumuskan performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau
mengukur basil-basil
akhir (end results).
Sasaran performansi bisa ditetapkan oleh
manajemen atau oleh kelompok kerja. Tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan produktivitas mereka, maka
penetapan sasaran secara partisipatif, dengan melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan
produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif, yang
biasanya dikenal dengan
istilah manajemen
by objective (MBO), dianggap sebagai
sarana motivasi yang sangat strategis karena
para pekerja langsung terlibat dalam
keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
a.
Keuntungan.
Tipe kriteria dari ukuran performansi jenis ini
mempunyai beberapa
kelebihan dan/atau keuntungannya, antara lain:
o
tersedianya
target-target performansi.
o
ukuran-ukurannya
spesifik dan dapat diukur.
o
cenderung
mengurangi kesalahan-kesalahan yang sifatnya judgmental (memfonis).
o
secara
langsung berkaitan dengan pencapaian tujuan/sasaran organisasi.
b.
Kelemahan
Di samping kelebihan-kelebihan
tersebut, tipe kriteria performansi ini
juga mempunyai beberapa kelemahan, seperti:
o
banyaknya pekerjaan yang tidak bisa dikuantivikasikan
ukuran-ukurannya;
o
para pekerja
cenderung mengabaikan dimensi-dimensi performansi yang sifatnya non-kuantitatif;
o
bilamana
ukuran-ukuran dipakai atas individu, maka akan ada kecenderungan
berkurangnya kerjasama di antara para anggota organisasi.
Ukuran performansi yang obyektif
bisa secara relatif digunakan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dapat
dinyatakan dalam ukuran-ukuran spesifik dan sifatnya kuantitatif, dan biasanya
bisa digunakan terhadap individu-individu
atau kelompok.
Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana (means/cara) pencapaian sasaran (goals), dan bukannya-hasil akhir (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuran-ukuran performansi yang
berdasarkan pada obyektivitas, karena
melibatkan aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS (behaviorally anchored rating scales).
a.
Keuntungan
o
perilaku-perilaku bisa diamati dan diukur secara obyektif.
o
BARS mengukur
perilaku-perilaku yang terkait dengan pekerjaan yang relevan dan spesifik.
b.
Kelemahan
o
BARS tidak mengukur secara langsung end
result, pencapaian tujuan
o Pengembangan rating
scales (skala
rating) untuk berbagai pekerjaan dealam organisasi akan banyak menyita
waktu.
3. Penilaian Performansi
Berdasarkan Judgment/ pertimbangan (Judgment Based Performance Appraisal/Evaluation)
Ini merupakan tipe kriteria performansi yang menilai dan/atau mengevaluasi performansi kerja
pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, kuantitas kerja,
kualitas kerja, pengetahuan pekerjaan,
kerjasama, inisiatif, kehandalan, kompetensi interpersonal, loyalitas, ketergantungan, kualitas
pribadi
dan yang sejenis lainnya. Dimensi-dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe kriteria yang satu ini.
Ada dua tipe penilaian yang didasarkan pada
judgment ini, yaitu :
a.
Rating
Method
Metode ini merupakan bentuk penilaian performansi yang secara luas dipakai.
Metode ini melibatkan sejumlah perilaku yang terkait dengan pekerjaan yang secara
longgar dirumuskan,
dan penilai (rater) diminta untuk menjawab dimensi-dimensi perilaku itu pada beberapa skala
nilai. Skala nilai yang diberikan dapat mencakup yang "sangat bagus",
atau "sangat diinginkan", hingga ke yang "sangat jelek" atau
"sangat tidak diinginkan".
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa
ukuran-ukuran perforrnansi
dirumuskan secara longgar sehingga sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang
sifatnya judgmental (pertimbangan), seperti persepsi selektif, efek halo, efek
kesamaan, stereotip, keringanan hukuman atau kekerasan. Kesalahan-kesalahan tersebut cenderung inengurangi relevansi, reliabilitas, dan
diskriminasi dari ukurani-ukuran performansi. Penilaian
performansi, akibatnya, menjadi sepenuhnya tergantung kepada siapa yang menilainya.
b.
Ranking Method
Untuk mengatasi kelemahan dari rating method
tadi, maka orang
juga menggunakan ranking method sebagai alternatif ukuran performansi. Di sini rater dipaksa untuk
mengurutkan mereka yang dinilai pada
satu atau beberapa dimensi performansi. Semua pekerja
dirankingkan dari yang paling baik hingga ke yang paling jelek.
Kelemahan dari metode ini, biasanya berkisar pada dua
hal, yaitu:
o Metode ini memaksa seorang manajer untuk menyusun/menilai para pekerja scbagai yang memiliki performansi tinggi dan yang memiliki performansi rendah, sekalipun mungkin mereka sama. Jadi unsure ketidak adilan cenderung muncul disini.
o sulit untuk menilai orang yang terlampau
banyak.
o penilaian cenderung dilakukan secara
sewenang-wenang.
Langkah-langkah berikut dianggap akan sangat
membantu meningkatkan efektivitas penilaian performansi, yakni:
1.
Sesuaikan kriteria performansi dengan situasi-situasi
peker jaan.
2.
Gunakan pendekatan penilaian performansi yang partisipatif.
3.
Fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu atau pencapaian tujuan.
4.
Fokuskan pada problem solving (pemecahan
masalah) ketimbang pada pertimbangan.
5.
Berilah latihan kepada para evaluator performansi.
Sementara itu, Wilbur c. Rich menjelaskan bahwa
guna memenuhi
norma-norma mengenai praktek dan presentasi yang efektif, penilaian performansi
harus memperhatikan hal-hal berikut:[15]
1.
Keterkaitan pekerjaan (be job-related) dan spesifikasi pekerjaan (job-specific), pengukuran tugas
yang dilaksanakan tersebut dan sesuaikan dengan pekerjaan yang diuji.
2.
Mengukur hanya perilaku yang dapat dilihat.
3.
Sesuaikan dengan standar-standar mengenai kejelasan dalam susunan kata-kata (wording) yang dapat diterima dalam (ke menduaan dan ketidakjelasan instrumen
yang disetujui).
4.
Hindarkan pilihan-pilihan perorangan dan subyektivitas (kata-kata seperti ketulusan dan komitmen tidak harus dipakai kecuali karakteristik-karakteristik itu bisa diukur).
5.
Direncanakan pada selang waktu yang menyenangkan.
6.
Didokumentasikan dan didukung dengan bukti kerjasama.
7.
Dinilai dan diperbaharui secara teratur.
D.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian performansi
James L. Perry, dalam buku yang dieditnya, Handbook of Public Administration, menjelaskan bahwa penilaian performansi seorang pekerja biasanya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti :
1.
Ras/Suku Bangsa
Penilaian performansi dipengaruhi oleh faktor ras
dan/atau suku
bangsa. Pada studi Flaugher, Campbell, dan Pike, tahun 1969, ditunjukkan bahwa supervisor yang
mengadakan penilaian
performansi bagi orang kulit hitam dan kulit putih. Orang berkulit hitam ternyata performonsinya dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan kerjanya yang berkulit putih.
Hasil studi tersebut menjelaskan bahwa ternyata ras merupakan faktor yang penting dalam evaluasi. Studi Schmitt dan
Hill, juga menjelaskan bahwa para
pekerja wanita yang berkulit hitam
biasanya dinilai rendah performansinya jika para penilainya berkulit putih. Demikian juga studi Landi dan
Farr, tahun 1980, menunjukkan bahwa
para pekerja yang dinilai cenderung memperoleh penilaian performansi yang
tinggi dari para penilai yang berasal
dari ras dan/atau suku bangsa yang sama.
2.
Gender/Jenis Kelamin
Juga terdapat diskriminasi dalam penilaian
performansi antara
pekerja yang berjenis kelamin wanita dengan yang laki-laki. Dari hasil studi dari Lovrich dan Jones,
tahun 1983, diperoleh penjelasan bahwa wanita dan laki-laki menilai proses performansi dengan cara yang sama. Namun demikian,
banyak kaum wanita yang menilai bahwa masih terus terdapat perlakuan yang berbeda dalam penilaian performansi. Mereka
mengklaim bahwa mereka sering mendapati bahwa mereka sering kurang diberi kepercayaan di tempat kerja dibandingkan dengan
rekan-rekan sekerja yang berjenis
kelamin laki-laki
Pada organisasi-organisasi tertentu,
hasil observasi
Kanter tahun 1977, ada kaum wanita yang menduduki posisi sebagai supervisor atau pemimpin, tetapi
itu diperlakukan
sebagai suatu pengecualian dan tidak pernah diterima secara tulus oleh rekan-rekan
yang berjenis kelamin lakilaki. Walaupun sudah ada kemajuan dalam hal
emansipasi, dan perbaikan
di dalam hal mobilitas pekerjaan/okupasi, para bawahan wanita masih terus menggugat soal
penilaian performansi.
3. Usia
Rhodes, tahun 1983, menemukan bahwa terdapat keyakinan yang
luas bahwa usia mempengaruhi
performansi (Ibid. hal. 394). Upah yang tinggi cenderung jatuh kepada para pekerja yang
berusia muda untuk
mengikat mereka tetap dalam organisasi. Ada klaim dari para pekerja yang berusia agak tua yang mengatakan bahwa para
supervisor yang masih muda biasanya
cenderung menilai rendah performansi
mereka yang sudah tua dibandirigkan dengan mereka yang seusia supervisor atau
yang masih muda. Para pekerja usia muda dituduh lebih banyak diberi peluang
pada posisi-posisi yang lebih cepat
mendatangkan keberhasilan. Waldman dan Avolio, tahun 1986, berdasarkan analisis atas data yang ada,
mendapatkan bahwa hanya sedikit
kecenderungan yang memberi penilaian rendah terhadap para pekerja berusia lebih tua. Gejala ini, kata mereka, tidak terjadi di organisasi-organisasi yang
profesional. Dalam lingkungan yang
penuh persaingan, konflik antar generasi bisa mempengaruhi penilaian dan persepsi mengenai keadilan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penilaian (evaluasi)
performansi pekerjaan adalah suatu cara mengukur kontribusi kontribusi individu
suatu anggota / karyawan kepada organisasinya. didalam penilaian performansi
pekerjaan terdapat proses mengevalusi atau
menilai prestasi kerja karyawan. Adapun Subjek penilaian adalah karyawan
dan Obyek penilaian adalah dimensi perusahaan yang dapat dikendalikan oleh
karyawan yang bersangkutan.
Tujuan performansi
pekerjaan secara umum adalah untuk mereward performansi sebelumnya dan untuk
memotifasikan perbaikan performansi pada waktu yang akan datang, sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas organisasional dari
karyawan.
Terdapat dua syarat yang
diperlukan guna melakukan penilaian peformasi pekerjaan, yaitu adanya kriteria
performansi yang dapat diukur secara obyektif (sesuai dengan kenyataan dan adanya
obyektivitas dalam proses evaluasi atau penilaian.
Tipe-tipe kriteria performansi dan strategi meningkatkan efektifitas performansi
pekerjaan.
1. Penilaian Performansi Berdasarkan Hasil
(Result-based Performance Appraisal/ Evaluation).
2. Penilaian Performansi
Berdasarkan Perilaku (Behaviorbased Performance Appraisal/Evaluation).
3. Penilaian Performansi
Berdasarkan Judgment/ pertimbangan (Judgment Based Performance Appraisal/Evaluation)
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H.
Engkoswara, M.Ed. dan Dr. Hj. Aan Komariah, M.Pd. Administrasi Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2012.
Tim pustaka setia, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Pustaka
Setia.
Dra. H. Sadali Samsudin, M.M. M.Pd, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Dr. Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta
: C.V Andi, 2003.
Dr. T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia,
Yogyakarya : BPFE Yogyakarta, 2011.
[1] Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed. dan Dr. Hj.
Aan Komariah, M.Pd. Administrasi Pendidikan (Bandung : Alfabeta, 2012)
Hal. 220
[3] Dra. H. Sadali
Samsudin, M.M. M.Pd, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung : Pustaka
Setia, 2010). hal.159
[5] Dr. T. Hani
Handoko, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, (Yogyakarya : BPFE
Yogyakarta, 2011) hal.135 lihat juga Dra. H. Sadali Samsudin, M.M. M.Pd, Manajemen
Sumber Daya Manusia (Bandung : Pustaka Setia, 2010). hal.159
[16] Ibid
hal. 145 dikutip dari Wilbur C. Rich “Appraicing Employee Performance” dalam Handbook of public Administration, (San
Francisco : 1989). Hal.389-390
Komentar
Posting Komentar