PENGELOLAAN KONFLIK DALAM ORGANISASI



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses social antara dua orang ataulebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung.[1]
Ada beberapapengertiankonflikmenurutbeberapaahli.:[2]
a.       Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
b.       Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
c.        Menurut Robbin (1996),  keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok.  Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
d.       Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
e.        Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satusama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
f.        Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
g.        Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &Faules, 1994:249).
B.      Perubahan pandangan tentang konflik
konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerjasama antar individu, kelompok maupun organisasi.
Feldman, D.C. dan Arnold, H.J (1983:525) telah mengkaji dan menelusuri perkembangan manajemen konflik dengan penekanan pada perbedaan antara :[3]
1.       pandangan tradisional (traditional view of conflict)
Pandangan tradisional menganggap konflik sebagai peristiwa yang negatif dan berusaha untuk meniadakan konflik. pandangan ini juga meyakini bahwa konflik tidak menguntungkan . Peristiwa konflik dianggap sebagai adanya kesalahan dalam komunikasi dan manusia pada dasarnya baik, benar serta menyenangi kebaikan.
2.       pandangan kontemporer (contemporari view of conflict)
Pandangan ini menganggap bahwa konflik tidak dapat dihindarkan, baik dan harus didorong agar tetap muncul. konflik diannggap sebagai kompetisi untuk mendapatkan penghargaan dan konflik sebagai peristiwa alami yang terjadi didalam organisasi. pada dasarnya manusia tidak selalu jelek, akan    tetapi perlu diarahkan agar dapat berprestasi dan mau bersaing.
Konflik dibedakan menjadi dua, yaitu :[4]
a.       Konflik fungsional
Konfrontasi (pertentangan) diantara individu atau kelompok yang menambah kinerja organisasi.
b.       Konflik disfungsional
Konfrontasi diantara individu atau kelompok yang menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
C.      Tipe konflik
Pada dasarnya ada 4 tipe konflik yaitu:
  1. No Konflik – Tidak ada akar konflik dan tidak ada konflik di permukaan
  2. Laten konflik – Ada akar konflik tapi belum muncul
  3. Surface konflik – Ada konflik dipermukaan tapi tidak ada akar konflik
  4. Open konflik – ada akar konflik dan ada konflik yang terbuka
Untuk hal ini maka kita bisa melihat contoh dari sebuah desa yang ingin membangun jembatan
o    Tidak ada konflik
Desa A dan Desa B mempunyai masalah karena kedua desa itu dipisahkan oleh sebuah sungai. Warga desa a dan desa b ketemu dan berunding. Mereka sepakat untuk membangun jembatan agar bisa menyebarang. Desa A dan Desa B bahagia dan tidak ada konflik. Hal ini karena tujuan dan perilaku sama.
o    Laten Konflik
Desa A dan Desa B sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah antara mereka tapi punya dua cara yang berbeda yaitu satu ingin bangun jembatan dan satu ingin bangun kapal ferry penyebarangan. Karena tidak bisa diselesaikan maka tidak di bangun bangun jembatan maupun ferry. Mereka tidak berkelahi tapi hanya diam diam saja. Tujuan yang berbeda tapi perilaku tidak menunjukan ada masalah.
o    Surface Konflik
Desa A mulai kerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam untuk membangun jembatan namun Desa B baru datang jam 12 siang dan minum kopi dan makan siang dulu. Lalu kerja 2 jam dan pulang lagi. Desa A marah dan bilang bahwa Desa B males males. Tujuan sama tapi berilaku  berbeda. Dan kadang kadang ada pertikaian antara mereka yang saling menuduh malas bekerja.
o    Open Konflik
Desa A dan Desa B tidak saling percaya dan tetap mempertahankan pendapat masing masing dan jembatan di rusak oleh desa B dan Ferry di tengelamkan oleh desa A. Konflik berlangsung lama dan korban berrjatuhan di kedua belah pihak.[5]
D.      Mengatasi dan Mengelola Konflik dalam Organisasi
Tidak  ada  teknik  pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi,  karena  setiap  pendekatan  mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson,  (1996)  mengatakan,  memilih  resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya, dan penerapan manajemen konflik secara tepat dapat meningkatkan  kreativitas,  dan produktivitas bagi pihak-pihak  yang  mengalami  Menurut Winardi  (1994)[6]  secara  umum,  terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik yaitu, (1) stimulasi konflik, (2) pengurangan atau penekanan  konflik,  dan  (3)  penyelesaian konflik.
Stimulasi konflik diperlukan apabila satuan-satuan  kerja  di  dalam  organisasi terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menyebabkan para  karyawan  takut  berinisiatif  akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat mengarahkan individu atau kelompok  untuk  bekerja  lebih  baik  diabaikan, anggota  kelompok  saling  bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan  pekerjaan.  Pimpinan  (manajer) organisasi  perlu  merangsang  timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai  dampak  peningkatan  kinerja anggota  organisasi.
Pengurangan  atau penekanan  konflik,  manajer  yang  mempunyai  pandangan  tradisional  berusaha menekan  konflik  sekecil-kecilnya  dan bahkan  berusaha  meniadakan  konflik daripada  menstimuli  konflik.  Strategi pengurangan  konflik  berusaha  meminimalkan  kejadian  konflik  tetapi  tidak  menyentuh  masalah-masalah  yang  menimbulkan  konflik.
Penyelesaian  konflik  berkenaan  dengan  kegiatan-kegiatan  pimpinan  organisasi  yang  dapat  mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.
Selain cara di atas, terdapat beberapa metode penyelesaian konflik, diantaranya:
1.       Dominasi & Penekanan
Dominasi atau kekerasan yang bersifat penekanan otokratik. Ketaatan harus dilakukan oleh fihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar. Meredakan atau menenangkan, metode ini lebih terasa diplomatis dalam upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman.
2.       Kompromi / Jalan Tengah
Pihak-pihak yg berkonflik dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yg terjadi, bisa dengan bantuan orang ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian masalah. Apabila tidak ditemukan titik temu antara kedua pihak yang bermasalah maka kembali ke aturan yang berlaku.


3.       Pemecahan Masalah Integratif
Cara-cara yang dilakukan antara lain,
·         Konsensus, sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.
·         Konfrontasi, tiap pihak mengemukakan pandangan masing-masing secara langsung & terbuka.
·         Penentu tujuan, menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih tinggi dengan kesepakatan bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Jakarta : Salemba Humanika, 2010) hal.05
Wahyudi, Manajemen Konflik dalam Organisasi (Bandung : Alfabeta,2011) hal.24




[1] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Jakarta : Salemba Humanika, 2010) hal.05
[3] Wahyudi, Manajemen Konflik dalam Organisasi (Bandung : Alfabeta,2011) hal.24
[4] ibid. hal.27
[6] Wahyudi, Manajemen Konflik dalam Organisasi (Bandung : Alfabeta,2011) hal.49

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERENCANAAN PERPUSTAKAAN

Perencanaan Pembelajaran Aqidah Akhlak MI

MANAJEMEN KONFLIK